Gaya Hidup

Tentunya teman-teman masih akrab dengan tag sebuah iklan kartu ponsel yang bunyinya gini: 'hari gini masih ndak punya handphone ... bla bla bla bla'. Ndak tahu gimana tafsiran teman-teman dengan kalimat tersebut, tapi aku kok menafsirkannya sebagai sebuah pernyataan yang ingin mengatakan bahwa kalau jaman modern gini masih belum ikut-ikutan punya ponsel, itu bukan orang gaul namanya alias ndak asyik deh alias ketinggalan gaya hidupnya. Terlalu naif tidak tafsiranku hehe ...

Tapi dari sana berkembang pula statemen lain yang serupa. Misalnya: "hari gini masih pake bla bla bla ... ganti dong dengan yang bla bla bla". Atau: "hari gini masih makan di bla bla bla ... sekali-kali coba dong makan di bla bla bla'. Atau lagi: "hari gini masih belum nyoba bla bla bla ... yang gaul dong.." Hayo ... ngaku deh, entah secara sengaja atau tidak, pasti teman-teman pernah mengatakan kayak gitu ke orang lain juga hehehe ...

Sebenarnya apa saja sih yang bisa di-gaya hidup-kan? Iseng-iseng kita data yuk, sekalian melihat diri kita apakah termasuk korban gaya hidup atau tidak hehehe ...


Aku mulai dari anggota tubuh kita yang paling atas, yaitu rambut. Apakah beda kalau kita potong rambut di salon ternama yang bermarkas di mal dengan cukur di barber shop yang ada di pinggir jalan? Hmm ... lebih gaya mana sih? Bagi yang bergaya hidup pasti menjawab: tentu saja berbeda dong. Kalau di salon khan lebih asyik, pelayannya cakep-cakep, tempat duduknya lebih empuk, ada majalah, ada AC, dan yang penting lebih BERGENGSI. *kalo dipikir-pikir benar juga yah, jadi tidak rugi meski harus membayar sekitar 10 kali lipat dibanding cukur di barber shop pinggir jalan*

Hal yang sama berlaku juga dengan perlengkapan tubuh kita yang lain seperti baju yang bermerek, jam tangan yang harganya sampai puluhan juta, tas atau dompet yang konon dipake artis beserta isinya yang penuh dengan kartu-kartu mengkilap, under wear yang bentuknya cuma sehelai kain tapi harganya luar biasa, pernak-pernik berkilauan yang menghiasi leher, telinga, tangan, dan jari kita, hingga gaya anyar yang merelakan bagian tubuh tertentu mereka ditusuk-tusuk jarum alias tindik-tindikan. Hebat yah ...

Hal lain yang sering aku jadikan contoh dalam mengukur gaya hidup seseorang adalah jenis HP. Tidak percaya? Coba lihat sejenak jenis HP teman-teman. Hayooo jujur ... pasti mayoritas memiliki HP keluaran terbaru dengan fitur bermacam-macam, dari kamera yang sudah MegaPixel, Video, hingga yang terbaru 3G. Padahal kalo mau jujur kita jarang sekali memanfaatkan fitur-fitur tersebut alias fungsi yang dimanfaatkan hanyalah untuk Telp, SMS, ama Foto. Mungkin yang lebih canggih sudah memakainya untuk merekam video atau menjadwal skedul harian.

Kalo misalnya hanya fitur-fitur sederhana itu saja yang digunakan, lantas kenapa kita harus berkorban ekstra untuk membeli HP keluaran terbaru? Alasannya sih sederhana saja: biar dibilang ikut trend atau bergaya hidup tinggi. Ndak seru khan kalo misalnya HP kita masih tipe gede yang konon kalo timpuk anjing bisa mati, yang suaranya masih monophonic, trus tiba-tiba bunyi di kerumunan orang-orang yang HP-nya sudah canggih abiz, gimana respon teman-teman?

Apalagi yah hal lainnya? Jenis dan merek kendaraan? Atau lokasi mangkal dengan sohib-sohib? Atau merek kacamata gaya kita? Ataukah parfum yang kita semprotkan di tubuh kita? Mungkinkah faktor makanan atau minuman yang masuk ke tubuh kita? Hingga termasukkah kosa kata gaul yang kita pake? Kemanakah kita harus bertanya dan mendapatkan jawabannya? Mengutip Kang Ebiet G Ade, marilah kita bertanya pada rumput yang bergoyang ...

* * *

Gaya hidup. Entah siapa yang mulai mempopulerkan kata ini, atau pun ikut mendukung bahwa inilah jaman yang harus bergaya hidup. Kalau seseorang ikut trend terbaru yang berkembang saat ini, dia layak dikatakan orang yang bergaya hidup tinggi. Sebaliknya, jika tidak mau ikut-ikutan, akan dicap bergaya hidup rendah. Sebuah tudingan yang menurutku terlalu menghakimi, hingga muncullah gap atau jarak antara dua kelompok tersebut.

Alhasil, gaya hidup sering dijadikan patokan atau sebuah standar penempatan seseorang dalam sebuah kelompok atau pergaulan. Sebuah kondisi yang membuat orang-orang, terutama anak muda yang masih mencari jati diri dan pertemanan, terjebak dalam dunia konsumerisme. Melihat temannya pake sesuatu yang terbaru, dengan alasan supaya tidak minder dan diterima, segala cara ditempuh supaya dia juga memilikinya.

Tidak heran pada akhirnya banyak orang yang terjebak dalam dunia keglamoran dengan aneka konsekuensi yang membuatnya pusing tujuh keliling akibat korban gaya hidup: masalah keuangan. Entah dari sekadar menilep uang sekolah atau kuliah, mengkoleksi sejumlah kartu kredit yang hampir semuanya over limit, menggantungkan diri pada lintah darat, hingga melakukan korupsi atau penipuan-penipuan keuangan yang akhirnya akan menghancurkan masa depannya sendiri.

Tragis yah. Sedih kalo mendengar ada teman atau rekan atau saudara kita yang jatuh dalam hal-hal gituan. Tapi apa yang mau dikatakan lagi, itulah realita dan harga yang harus dibayar demi sebuah kata: GAYA HIDUP. So ... be wise deh ;)

9.01.2009 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar

Thanx 4 Ur comment! Yah walau masih ngaco gak papa khan daripada apa yang jadi uneg-uneg gak dikeluarin. Moga-moga dari yang ngaco ini bisa jadi bahan untuk sharing ...