Pengumuman
Gembira dan Sedih ... Yah itulah yang Kang Paijo rasakan ketika akhirnya hasil Ujian Nasional 2008/2009 diumumkan Sabtu kemaren. Gembira ketika tau bahwa salah satu program studi yang ada bisa lulus 100%. Tapi juga sedih karena disisi lain, untuk satu program studi yang lain masih banyak yang tidak lulus.
Kang Paijo sebagai seorang pendidik, sebetulnya sadar bahwa yang namanya pendidikan itu adalah sebuah proses. Proses yang didalamnya terlibat begitu banyak aspek yang akan menentukan hasil akhirnya nanti, yaitu pada saat anak didik tersebut harus menghadapi Ujian Akhir. Dengan demikian bahwa berhasil tidaknya seorang siswa dalam mengikuti Ujian Akhir (Lulus/Tidak Lulus) bukan hanya menjadi tanggung jawab guru di kelas XII. Namun pada kenyataannya, beban kelulusan sepertinya ditumpukan pada pundak guru-guru yang mengajar di kelas XII tersebut. Sehingga sering kali hal tersebut menjadi beban bagi sebagian guru kelas XII.
Ketika pada akhirnya ada beberapa siswa yang tidak lulus, Kang Paijo merasakan adanya sebuah kegagalan yang begitu sangat dalam dirinya. Dia merasa telah gagal menjadi seorang guru karena mayoritas dari siswa yang tidak lulus disebabkan oleh mata pelajaran yang diampunya. Tapi apa memang harus seperti itu. Haruskah Kang Paijo merasa bahwa dia adalah sumber ketidak lulusan tersebut?
Disatu sisi, ketika ada beberapa siswa yang menangis ato bahkan sampe pinsan karena tidak lulus, sebagian besar siswa yang lain justru berpesta pora merayakan kelulusan mereka dengan berbagai tindakan yang begitu atraktif. Mereka mengecat baju dan bahkan rambut dengan pilox, berpawai dengan sepeda motor dsb. Dimanakah rasa solidaritas yang selema ini mereka agung-agungkan? Ato mereka sudah tidak peduli lagi dengan nasib beberapa teman mereka yang tidak lulus?
Kang Paijo jadi teringat sebuah nasihat dari orang bijak yang mengatakan bahwa orang yang akan berhasil/sukses dalam hidup ini adalah orang yang bisa merasakan kesedihan dalam kegembiraanya dan orang yang bisa bergembira dalam kesedihannya. Bahwa ketika kita berhasil/gembira, pasti disisi lain ada orang yang tidak berhasil/gembira, demikian juga sebaliknya. Jadi intinya adalah bagaemana kita bisa berempati dengan perasaan orang lain.
Masak segitunya Pak? Kata Bapak dulu, yang namanya pendidikan itu khan proses, dan ketika hasilnya sprti itupun sdh melalui proses yg panjang jg (3 tahun lho pak, bhkan ada yg lbh). So, akhirul kata, don't be surrender my teacher. he he ...