Penggunaan IT Ala Pemilu 2009
Akhirnya Pesta Demokrasi (atau Democrazy ya …) pemilihan umum untuk anggota Legislatif Tahun 2009 telah usai dengan segala kekurangan dan kelebihannya (Kayaknya lebih dominan minusnya lho!).
Satu hal yang jadi pemikiran Kang Paijo dalam hal ini adalah penggunaan sarana Teknologi Informasi (TI/IT). Bahwa pengelohan data raksasa tidak diikuti dengan pengelolaan system yang baik. Hal tersebut nampak dari beberapa kejadian dan yang paling menonjol adalah kesemrawutan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Begitu banyak mereka yang berhak memilih tidak tercantum dalam DPT.
Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat dalam 5 tahun terakhir ternyata tidak menjamin pelaksanaan pemilu menjadi lebih baik. Siapakah yang salah dalam hal ini? Teknologinya atau orang-orang dibalik teknologi tersebut (baca user-nya).
Mengapa pemilu 2009 ini begitu amburadul? Tidak ada penjelasan yang memadai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Barangkali inilah persoalan sesungguhnya, yaiut KPU kurang tanggap (atau bahkan tidak tanggap) atas permasalahan yang terjadi. Leporan kesemrawutan DPT sudah disampaikan oleh berbagai elemen jauh-jauh hari. Bukannya melakukan tindakan yang perlu, KPU malah terkesan nekad mengumumkan kesiapan 100%. Faktanya kemudian, golongan putih diduga mencapai 40% (versi Puskaptis), tertinggi dalam sejarah pemilu di tanah air.
Tak kurang seorang Amien Rais mempertanyakan kesahihan software yang digunakan KPU. Tanpa audit software yang layak dari pihak-pihak yang berkompeten, bukan mustahil manipulasi data dapat terjadi.. carut-marutnya DPT membuktikan hal ini. Apakah hal tersebut sebagai akibat proses pendataan tang tidak akurat ataukah masalah pada software seperti database? Tentu riskan bila database yang digunakan ngadat. Namun mengingat begitu masifnya data dan petugas pendataan yang terlibat, kesalahan ini sangat mungkin terjadi.
Kita tentu ingat kejadian pada Pemilu 2004. Walau KPU tel;ah menjamin keamanan data hingga 7 lapis, server berada di tempat tak tersentuh, hasilnya kemudian cukup menghebohkan: situs KPU bobol. Nama-nama partai berubah menjadi buah-buahan. Meskipun tidak sampai mengacaukan penghitungan suara, tapi hal ini cukup mengganggu kredibilitas penyelenggara pemilu.
Bagaimanapun, hajatan besar pemilu 2009 diharapkan sukses, melahirkan parlemen dan pemerintahan legitimate. Berbagai kekurangan pada pemilu legislative diharapkan tidak terjadi pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tanggal 8 Juli 2009. Perlu pembenahan secara fundamental menghadapi pemilu 2014 nanti. Kepercayaan pada teknologi harus segera dibangun bila tidak ingin mengalami masalah yang sama. Bila tidak dimulai sekarang, kapan lagi?
Kayaknya KPU over conidence sich. Kenapa nggak mau dengar para pakar IT?